Penjelasan Lengkap Norma Kelompok, Sosial Beserta Contohnya

Artikel ini akan membahas mengenai Norma Kelompok, Bagaimana Terjadinya norma, Psikodinamika norma, Perubahan sosial. Melalui artikel ini diharapkan mampu memahami proses terjadinya norma kelompok dan menjelaskan serta memahami psikodinamika kelompok, serta perubahan sosial yang terjadi pada kelompok.

Defnisi Penjelasan Norma Kelompok

Sebuah kasus jautuhnya pesawat, yang selamat dari kecelakaan yang diperlukan adalah untuk koordinasi tindakan mereka jika mereka tetap hidup. Dengan makanan, air, dan tempat tinggal sangat terbatas, mereka dipaksa untuk berinteraksi dengan dan bergantung pada satu sama lain secara terus-menerus pada sebuah pulau, dan tindakan tidak patuh pada dari satu orang saja akan mengganggu dan bahkan membahayakan beberapa orang lain. 

Pengertian Norma Kelompok, Jenis dan Proses Pembentukan_
Jadi anggota segera mulai mengikuti seperangkat aturan bersama yang didefinisikan bagaimana kelompok akan tidur di malam hari, apa jenis tugas masing-masing individu yang sehat diharapkan untuk melakukan apa dan bagaimana makanan dan air itu harus dibagi (forsyth, 2010).

Norma-norma kelompok adalah standar yang mengatur perilaku dalam suatu kelompok. Norma-norma dapat secara eksplisit dan dicatat dengan hati-hati untuk semua anggota pada masa depan untuk dilihat dan dipelajari, tetapi juga dapat bersifat secara implisit, di mana transmisi norma untuk anggota baru akan tergantung pada kemampuan dan motivasi senior anggota kelompok untuk menyampaikan secara akurat norma. Norma memiliki pengaruh yang kuat terhadap perilaku kelompok dan sulit untuk berubah. Lebih menyusahkan bagi pemimpin kelompok yang ingin mengubah norma kelompok (Parks, 2004).

Norma adalah peraturan di dalam kelompok yang mengindikasikan bagaimana anggota-anggota seharusnya atau tidak seharusnya bertingkah laku (Baron dan Byrne, 2003).

Menurut Baron dan Byrne, norma kelompok merupakan faktor yang menyebabkan kelompok memiliki dampak yang kuat terhadap anggota-anggotanya. Peraturan yang diciptakan oleh kelompok untuk memberi tahu anggotanya bagaimana mereka seharusnya bertingkah laku. Kepatuhan pada norma sering kali merupakan kondisi yang diperlukan untuk mendapatkan status dan penghargaan lain yang dikontrol oleh kelompok.

Jenis-Jenis Norma Sosial

Semua kelompok memiliki beberapa sistem norma yang mengatur perilaku anggotanya. Memang, kelompok yangtidak mempunyai norma akan kacau dan anarkis karena ada tidak akan ada batas untuk perilaku yang sesuai dan benar. Norma membantu anggota kelompok menentukan apa yang harus dilakukan dalam situasi yang asing, dan bagi banyak kelompok norma sangat penting untuk keberhasilan kelompok atau organisasi. Terdapat norma untuk melakukan pekerjaan dengan baik. Norma sosial dapat bersifat formal dan non formal.

1. Norma sosial deskriptif (himbauan).
Norma deskriptif adalah norma yang hanya mendeskripsikan apa yang sebagian besar orang lakukan pada situasi tertentu. Norma-norma ini mempengaruhi tingkah laku dengan cara memberitahu perilaku kita mengenai apa yang umumnya dianggap efektif atau adaptif pada situasi tersebut.

2. Norma injungtif (
perintah)
Norma injungtif adalah norma yang harus dipatuhi atau menetapkan apa yang harus dilakukan, tingkah laku apa yang dapat diterima atau tidak diterima pada situasi tertentu.

Kedua norma tersebut dapat memberikan pengaruh yang kuat pada tingkah laku (Brown dalam Baron dan Byrne). Akan tetapi Cialdini dkk. Percaya bahwa pada situasi-situasi tertentu (terutama situasi dimana tingkah laku anti sosial) cenderung muncul, norma injungtif dapat memberikan pengaruh yang lebih kuat. Hal ini benar karena karena dua hal:
  1. Norma semacam itu cenderung mengalihkan perhatian dari bagaimana orang-orang bertindak pada suatu situasi tertentu, misalnya membuang sampah sembarangan.
  2. Norma semacam itu dapat mengaktifkan motif sosial untuk melakukan hal yang benar dalam situasi tertentu tanpa mengindahkan apa yang orang lain lakukan.

Proses Pembentukan Norma Kelompok

Kelompok mempunyai pengaruh pada yang ambigu (Sherif, 1936) dan situasi yang tidak ambigu orang sering mengadopsi pendapat anggota kelompok yang lain dan bertemu dengan norma-norma sosial (Asch, 1951, 1955).Website Terkait: Informasi lebih lanjut tentang studi kesesuaian Asch Norma-norma sosial ini mencerminkan evaluasi kelompok apa yang benar dan salah. Sebagai hasil dari konvergensi pendapat kelompok,  orang menjadi lebih sama ketika berinteraksi dalam kelompok (http://psypress.co.uk).

Kelompok  terkadang mendiskusikan dan secara resmi mengadopsi norma sebagai aturan kelompok mereka, tetapi norma-norma lebih sering adalah standar implisit daripada yang eksplisit. Karena anggota secara bertahap menyelaraskan perilaku mereka sampai mereka sesuai dengan standar tertentu, mereka sering bahkan tidak menyadari bahwa perilaku mereka ditentukan oleh norma-norma situasi.  Mereka mengambil norma-norma tersebut begitu saja sehingga sepenuhnya bahwa mereka mematuhi secara otomatis (Aarts, Dijksterhuis, & Custers, dalam Forsyth, 2010).

Menurut Sherif (Forsyth, 2010), bahwa norma-norma muncul, secara bertahap, karena perilaku anggota kelompok, penilaian, dan keyakinan menyelaraskan perilaku dari waktu ke waktu. Norma, karena baik konsensual (diterima oleh banyak anggota kelompok) dan diinternalisasi (secara pribadi diterima oleh setiap anggota kelompok), adalah fakta sosial – yang diambil untuk diberikan pada elemen struktur yang stabil pada kelompok. Bahkan jika individu-individu yang awalnya didorong norma-norma tidak lagi hadir, inovasi normatif mereka tetap menjadi bagian dari tradisi kelompok, dan pendatang baru harus berubah untuk mengadopsi tradisi kelompok.

Muzafer Sherif (Forsyth, 2010) dalam penelitiannya menemukan bahwa individu cenderung mengambil keputusan secara individual. Namun ketika individu berada dalam sebuah kelompok akan berbeda. Sesi pertama dalam kelompok, individu mulai mempertimbangkan keputusan lain dari anggota lain dalam kelompok. Kemudian keputusan individu tersebut menjadi sebuah keputusan kelompok. Sherif mempelajari bahwa perkembangan norma merupakan gerak refleks dari setiap anggotanya.

Muzafer Sherif, mempelajari proses ini munculnya norma dengan mengambil keuntungan dari autokinetic (self-motion) efek. Dalam satu studi efek autokinetic, peneliti membentuk norma ekstrim menempatkan tiga orang yang dalam tiga kelompok. Sesi pertama dalam kelompok, individu tersebut mulai mempertimbangkan keputusan lain dari anggota kelompok lainnya. kemudian, keputusan individu tersebut menjadi satu keputusan kelompok hingga pada sesi ketiga keputusan menjadi konvergen atau menjadi keputusan bulat. Proses konvergensi atau bersatunya keputusan menjadi satu keputusan dalam kelompok.

Menurut Sherif, norma berkembang karena adanya interaksi diantara anggota kelompok.

Dalam studi generasi lain, peneliti memberikan umpan balik kelompok yang disarankan bahwa norma mereka tentang bagaimana keputusan harus dibuat menyebabkan mereka untuk membuat kesalahan, tetapi umpan balik negatif ini tidak mengurangi usia panjang norma pada setiap generasi anggota dalam kelompok (Nielsen & Miller, 1997).

Karakteristik dan Varietas (Jenis-Jenis) Norma

Fitur-fitur umumDeskripsi
DeskriptifMenjelaskan bagaimana kebanyakan anggota-anggota dalam kelompokm beraksi, merasa, dan berpikir
KonsensualTerbagi diantara anggota kelompok, daripada secara personal dan level keyakinan tiap anggota kelompok
InjungtifMenjelaskan perilaku yang mana yang buruk atau tidak diterima dan yang baik atau dapat diterima
PreskriptifMelihat standar perilaku yang diharapkan, apa yang harus dilakukan
ProskriptifMengidentifikasi perilaku-perilaku yang seharusnya tidak ditampilkan
InformalMenjelaskan aturan-aturan yang tidak tertulis dalam kelompok
ImplisitDiambil oleh anggota kelompok dan secara otomatis mengikuti norma kelompok
Pembangkitan diri (self-generating)Muncul sebagai anggota mencapai konsensus melalui pengaruh timbal balik
StabilSekali norma berkembang, anggota akan tahan (resisten) terhadap perubahan dan diteruskan dari anggota saat ini menuju anggota baru

Psikodinamika Norma

Kapankah tepatnya norma injungtif benar-benar mempengaruhi perilaku? Karena jelas bahwa norma tersebut tidak selalu dapat mempengaruhi tingkah laku seseorang . contohnya meskipun ada norma injungtif yang menyatakan, “bersihkan kotoran ayam dikandangmu” dan meskipun pada kenyataannya terdapat aturan untuk yang mengatur kebersihan lingkungan, dan seringkali pemilik kandang ayam juga melihat pada tetangga yang juga mempunyai kandang ayam yang juga tidak menghiraukan kebersihan lingkungan.

Mengapa orang-orang mengabaikan norma injungtif? Hal ini dapat dijelaskan melalui teori fokus normatif (Focus Normative Theory) oleh Cialdini (1990). Teori ini menyatakan bahwa norma akan akan mempengaruhi tingkah laku hanya bila norma tersebut menjadi fokus orang-orang yang telibat pada saat perilaku tersebut muncul . Dengan kata lain, orang akan mematuhi norma injungtif hanya jika mereka memikirkan tentang norma tersebut dan melihatnya terkait dengan tindakan mereka.

Penelitian yang dilakukan Kallgren, Reno, dan Cialdini (2000) dalam sebuah laboratorium terkait ketika norma injungtif mempengaruhi dan tidak mempengaruhi perilaku. Dari hasil penelitian laboratorium, dihasilkan bahwa partisipan penelitian yang membaca bacaan yang terkait erat dengan norma yang menentang aksi pembuangan sampah sembarangan, cenderung untuk tidak membuang sampah sembarangan dibandingkan dengan kelompok kontrol atau kelompok yang membaca bacaan yang tidak terkait dengan aksi membuang sampah atau norma membuang sampah. Temuan ini memperkuat teori fokus normatif, yang memandang bahwa norma mempengaruhi tingkah laku hanya bila norma tersebut menjadi fokus (penting) bagi orang-orang yang terliibat.

Perubahan Norma Sosial

Melalui norma bagaimana perilaku individu dibentuk oleh apa ada sekitar masyarakat, mereka anggap tepat, benar atau diinginkan. Para peneliti sedang menyelidiki bagaimana norma-norma perilaku manusia dibentuk dalam kelompok dan bagaimana perilaku-perilaku masyarakat berevolusi dari waktu ke waktu, dengan harapan belajar bagaimana untuk mengerahkan pengaruh yang lebih ketika datang untuk mempromosikan kesehatan, pemasaran barang atau mengurangi prasangka.
Norma-norma sosial, aturan yang sering terucapkan dari kelompok, bukan hanya membentuk perilaku kita, tetapi juga sikap kita.

Norma sosial mempengaruhi bahkan hingga preferensi yang mereka anggap pribadi, seperti musik yang kita suka atau kebijakan apa yang akan kita dukung. Intervensi yang memanfaatkan tekanan kelompok yang sudah ada, harus mampu menggeser sikap dan perilaku perubahan dengan biaya yang sedikit.

Norma melayani fungsi dasar sosial manusia, membantu kita membedakan apa yang berada dalam kelompok dan apa yang berada diluar kelompok. Berperilaku dengan cara kelompok yang dianggap tepat adalah cara untuk menunjukkan kepada orang lain, dan untuk diri sendiri, bahwa kita adalah bagian dari sebuah kelompok.

Para ilmuwan mengetahui bahwa tekanan kelompok mempunyai efek pengaruh kuat terhadap perilaku kesehatan, termasuk penggunaan alkohol, merokok dan berolahraga. Dengan mengembangkan pemahaman yang lebih dalam dinamika trensetter dan trend-pengikut, peneliti dapat menemukan lebih banyak pilihan perilaku untuk mempromosikan kesehatan dan pencegahan penyakit (http://online.wsj.com/news/articles).

Kita sebagai manusia merupakan makhluk sosial yang melihat pentingnya berkelompok. Secara alamiah, manusia tidak dapat hidup sendiri. Dalam memenuhi kebutuhannya pun manusia tidak jauh dari interaksi dengan manusia lain yang ada disekelilingnya. Dengan demikian, hampir seluruh waktu kita habiskan untuk berinteraksi, dididik, belajar serta bermain dalam kelompok. Kelompok terbentuk karena adanya dua orang atau lebih yang memiliki kontak untuk mencapai tujuan. Kelompok memiliki tujuan yang hendak dicapai. Tujuan kelompok adalah suatu keadaan di masa mendatang yang diinginkan oleh anggota kelompok. Oleh sebab itu masing-masing anggota melakukan berbagai tugas kelompok.  
 
Ivan Steiner (dalam Forsyth, 1983) memandang dinamika kelompok  melalui dua perspektif, sosiologi dan psikologi. Sosiologi menekankan pada kelompok dan pengaruh pada kelompok tersebut. Sedangkan psikologi memandang individu sebagai diri yang unik. Keunikan ini terlihat dari cara berpikir, emosi, dan sikap pada kelompok. Durkheim (dalam Forsyth, 1983) lebih berfokus pada hubungan interpersonal pada primary groups. Sedangkan Gustav Le Bon (dalam Forsyth, 1983) lebih memfokuskan pada dinamika individu pada kelompok. Pada akhirnya, dinamika kelompok tidak hanya dimiliki oleh satu disiplin ilmu saja. Keduanya mampu menjadikan dinamika kelompok sebagai sub bab yang tidak terpisahkan. 
 
Menurut Johnson & Johnson (2000) kelompok terbentuk karena suatu alasan. Orang masuk ke dalam suatu kelompok untuk mencapai tujuan yang tidak dapat dicapai sendirian. Pengertian kelompok sendiri dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, diantaranya pengertian kelompok berdasarkan :
 
·         Persepsi
Anggota kelompok diterima sebagai anggota kelompok dengan menekankan kriteria atau ukuran tertentu. Smith (dalam Johnson & Johnson, 2000) memandang perlunya suatu tindakan penyatuan dari masing-masing anggota terhadap kelompoknya. Pembagian kelompok diharapkan mempunyai kemampuan yang berimbang, sehingga apabila ada anggota yang mempunyai tingkat intelegensi tinggi mampu menginduksi anggota yang lain, sehingga tidak terjadi ketimpangan.
 
·         Motivasi
Pandangan ini terjadi karena para ahli mengamati adanya individu-individu yang bergabung dalam satu kelompok, dan mereka merasa yakin bahwa dengan bergabung dengan kelompok tersebut, maka kebutuhan yang ada pada dirinya terpenuhi. Menurut Cattel (dalam Johnson & Johnson, 2000) kelompok adalah kumpulan individu yang dalam hubungannya dapat memuaskan kebutuhan satu dengan yang lainnya.
 
·         Tujuan
Mills (Johnson & Johnson, 2000) menyatakan bahwa kelompok memiliki definisi, sebagai kelompok kecil yang terdiri dari dua atau lebih dalam sebuah hubungan untuk sebuah tujuan dan menganggap bahwa hubungan atau interaksi yang terjadi mempunyai makna. Setiap kelompok memiliki tujuan yang hendak dicapai. 
 
·         Organisasi
Johnson (2000)  menjelaskan bahwa kelompok adalah suatu sistem yang diorganisasikan pada dua orang atau lebih yang dihubungkan satu dengan lainnya yang menunjukkan fungsi yang sama, memiliki standar peran dalam berhubungan antar anggota dan memiliki norma yang mengatur fungsi kelompok dan setiap anggotanya.
 
·         Interdependensi
Pengertian kelompik dapat dilihat dari aspek saling ketergantungan (interdependensi). Cartwright dan Zender (dalam Johnson & Johnson, 2000) memaparkan bahwa kelompok adalah sekumpulan individu yang melakukan hubungan dengan orang lain (sesama anggota) yang menunjukkan saling ketergantungan yang cukup signifikan.
 
·         Interaksi
Interaksi atau hubungan timbal balik merupakan komponen yang penting dalam kelompok, karena dengan hubungan timbal balik tersebut akan ada proses memberi dan menerima informasi antar anggota kelompok (kebutuhan akan informasi terpenuhi). Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa kelompok adalah sekumpulan orang yang terdiri dari dua atau lebih individu yang melakukan interaksi satu dengan yang lainnya yang dapat mempengaruhi pada setiap anggotanya.
 
Setelah memahami pengertian kelompok dari berbagai sudut pandang, maka dapat melihat bagaimana pembentukan kelompok terjadi. Pembentukan kelompok merupakan salah satu awal dari individu untuk berinteraksi dengan sesamanya. Adapun tahap-tahap yang perlu diperhatikan dalam pembentukan kelompok yang pertama kali diajukan oleh Bruce Tackman pada 1965. Teori ini memfokuskan pada cara suatu kelompok menghadapi suatu tugas mulai dari awal pembentukan kelompok hingga proyek selesai. Tahap pembentukan kelompok Tuckman dapat dilihat sebagai berikut:
Definisi
Contoh
Forming
Kelompok baru saja dibentuk dan diberikan tugas. Anggota kelompok masih cenderung untuk bekerja sendiri dan masih belum saling mengenal sehingga belum bisa saling percaya.
Ketika ospek, para mahasiswa seangkatan belum saling mengenal sehingga mereka berkenalan
Storming
kelompok sudah mulai mengembangkan ide-ide yang berhubungan dengan tugas yang mereka hadapi. Sehingga konflik kemungkinan akan muncul.
Mencari jalan keluar untuk menyelesaikan permainan yang menjadi tantangan, beberapa anggota telah mulai berani mengungkapkan pendapat. Kemungkinan akan terajadi beda pendapat dan konflik muncul.
Norming
Kelompok mulai menemukan kesesuaian dengan kesepakatan yang mereka buat mengenai aturan-aturan dan nilai-nilai yang digunakan.
kelompok mahasiswa ospek tersebut mulai saling menentukan jalan keluar mana yang mereka pilih untuk menyelesaikan permainan
Performing
Kelompok dapat berfungsi dalam menyelesaikan pekerjaan atau tugas dengan lancar.
Kelompok mahasiswa ospek yang telah menentukan peraturan dan fungsi anggota memulai mengerjakan permainan sesuai dengan tugas yang telah disepakati.
Adjourning
Tugas atau pekerjaan berakhir dan kelompok membubarkan diri.
kelompok mahasiswa ospek telah menyelesaikan permainan dan ospek telah berakhir.
1.      Tahap 1 – Forming
Pada tahap ini, kelompok baru saja dibentuk dan diberikan tugas. Anggota kelompok masih cenderung untuk bekerja sendiri dan masih belum saling mengenal dan belum bisa saling percaya. Waktu banyak dihabiskan untuk merencanakan, mengumpulkan informasi dan mendekatkan diri satu sama lain.
Contoh: dalam suatu acara ospek, para mahasiswa seangkatan belum saling mengenal antara mahasiswa satu dengan yang lain, ketika dibagi kedalam suatu kelompok-kelompok kecil, setiap mahasiswa melakukan suatu perkenalan dan saling menanyakan identitas teman sekelompok.
2.      Tahap 2 – Storming
Pada tahap ini kelompok sudah mulai mengembangkan ide-ide berhubungan dengan tugas yang mereka hadapi. Anggota kelompok saling terbuka dan mengeluarkan ide-ide dan perspektif mereka masing-masing. Sehingga kemungkinan tejadinya konflik.
Contoh : Kelompok kecil mahasiswa ospek yang telah saling mengenal tersebut dihadapkan pada suatu permainan kelompok. Ketika mencari jalan keluar untuk menyelesaikan permainan tersebut, beberapa anggota telah mulai berani mengungkapkan pendapat. Pendapat yang bervariasi memungkinkan terjadinya konflik.
3.      Tahap 3 – Norming
Pada tahap ini sudah terdapat kesepakatan antara anggota kelompok. Kelompok mulai menemukan kesesuaian dengan kesepakatan yang mereka buat mengenai aturan-aturan dan nilai-nilai yang digunakan. Pada tahap ini, anggota kelompok mulai dapat mempercayai satu sama lain seiring dengan melihat kontribusi penting masing-masing anggota untuk kelompok.
Contoh: kelompok mahasiswa ospek tersebut mulai saling menentukan jalan keluar mana yang mereka pilih untuk menyelesaikan permainan. Mereka membuat suatu kesepakatan seperti menentukan siapa yang harus memimpin permainan dan siapa yang bekerja menyelesaikan tugas permainan.
4.      Tahap 4 – Performing
Pada tahap ini, kelompok dapat berfungsi dalam menyelesaikan pekerjaan atau tugas dengan lancar dan efektif. Anggota kelompok saling tergantung satu sama lain dan mereka saling respek dalam berkomunikasi.
Contoh: Kelompok mahasiswa ospek yang telah menentukan peraturan dan fungsi anggota memulai mengerjakan permainan sesuai dengan tugas yang telah disepakati.
5.      Tahap 5 – Adjourning
Ini adalah tahap terakhir dalam kelompok dimana proyek tugas atau pekerjaan berakhir dan kelompok membubarkan diri.
Contoh: kelompok mahasiswa ospek telah menyelesaikan permainan dan ospek telah berakhir. Sehingga mereka membubarkan kelompok mereka.
Dalam sebuah kelompok terdapat struktur yang membentuk perilaku anggotanya dan memungkinkan untuk menjelaskan sebagian perilaku individu di dalam kelompok maupun kinerja kelompok itu sendiri. Struktur kelompok terdiri dari:
Definisi
Contoh
Peran
Harapan dalam menjelaskan tindakan yang layak dari seorang anggota dalam suatu posisi terhadap posisi lain yang berhubungan.
ketua, wakil ketua, sekertaris
Norma
Kepercayaan umum berdasarkan kelayakan, sikap, pandangan anggota kelompok, peran, tersirat atau tidak, yang mengatur anggota kelompok
Kedisiplinan, saling menghargai, bertanggung jawab

aDefinisi Norma

Norma merupakan standar perilaku yang dapat diterima yang digunakan bersama oleh para anggota kelompok. Norma memberitahukan kepada anggota apa yang seharusnya dan apa yang tidak seharusnya dilakukan. Norma sebagai elemen dasar dalam struktur kelompok sebagai arahan dan motivasi,, pengatur interaksi sosial, serta membuat tanggapan orang lain tersebut dapat diprediksi dan bermakna. 
 
Johnson  dan Johnson (2000) menyatakan bahwa norma sebagai keyakinan umum dalam kelompok mengenai perilaku, sikap serta persepsi yang sesuai. Adapun 2 bentuk norma yaitu norma deskriptif dan norma perspektif dimana yang artinya sebagai berikut:
·         Norma deskriptif merupakan apa yang sering dilakukan, dirasakan, serta dipikirkan oleh orang ketika sedang berada dalam suatu situasi tertentu. Contoh: ketika di jalan tol ada himbauan bagi kendaraan yang berjalan lambat untuk berjalan di bahu kiri dan bagi kendaraan yang ingin mendahului dan melaju cepat untuk berjalan di lajur kanan.
·         Sedangkan norma perspektif yang lebih evaluatif, menjelaskan apa yang harus dan tidak boleh dilakukan oleh individu pada situasi tertentu, dan jika ada yang melanggar akan dinilai negatif. Contoh: perintah membayar pajak untuk para wajib pajak, bagi yang tidak mematuhi akan dikenai sanksi.
Kelompok kadang mengadopsi norma sebagai aturan kelompok mereka, tetapi norma-norma kebanyakan muncul secara bertahap karena anggota kelompok mencoba menyelaraskan perilaku mereka sampai mereka sesuai dengan standar tertentu. 
 
Dalam proses perkembangan norma, ada seorang peneliti bernama Muzafer Sherif (Forsyth, 1983) yang mencerminkan bagaimana orang-orang dalam kelompok dari waktu ke waktu datang untuk mengembangkan standar yang berfungsi sebagai kerangka acuan bagi perilaku dan persepsi. Sherif mempelajari perkembangan norma dengan mengambil keuntungan dari gerak refleks. Dalam penelitiannya, Sherif menemukan bahwa individu cenderung mengambil keputusan itu sendiri.
 
Akan tetapi ketika individu tersebut telah berada dalam sebuah kelompok, pada sesi pertama dalam kelompok, individu tersebut mulai mempertimbangkan keputusan lain dari anggota kelompok lainnya. Selanjutnya, keputusan individu tersebut menjadi satu keputusan kelompok. Proses bersatunya keputusan menjadi satu keputusan dalam kelompok oleh Sherif disebut sebagai funnel pattern atau motif corong. Menurut Sherif, norma berkembang karena adanya interaksi antar anggota kelompok tersebut.
 
Sherif menyimpulkan bahwa norma-norma baru berkembang dalam kelompok bila konteksnya menyediakan sedikit informasi untuk menuntun tindakan atau untuk memungkinkan anggota untuk menyusun keyakinan. Menurut Kelman (dalam Forsyth, 1983) mereka yang mematuhi norma kelompok bahkan ketika tidak ada tekanan eksternal untuk melakukannya, menunjukkan bahwa mereka secara pribadi menerima standar tersebut sebagai milik mereka. Kelompok juga menginternalisasikan norma yang ada pada kelompok mereka dengan cara menerima norma tersebut sebagai standar yang pasti bagi perilaku mereka.
b    Makna Suatu Peran
Dalam suatu kelompok masing-masing anggota tentu tidak melakukan hal yang sama dalam mencapai tujuan. Setiap anggota memiliki tugas dan fungsi yang berbeda sesuai dengan harapan. Dengan kata lain, anggota kelompok yang berbeda tentu akan memainkan peran yang berbeda. Contoh: tugas dan tanggung jawab seorang direktur adalah memimpin perusahaan. Tugas karyawan adalah mengikuti perintah atasannya.
Role differentiation
Terkadang masyarakat sengaja menciptakan perannya. Hal ini ditunjukkan dalam kelompok untuk memperjelas eksistensi mereka. Tidak hanya formal group structure yang dibentuk, namun kelompok juga akan  kemungkinan membentuk informal group structure. Hal ini mengidentifikasikan peran dari masing-masing anggota kelompok yang bervariasi. 
 
Forsyth (1983) menyatakan bahwa role differentiation adalah perbedaan peran dalam suatu kelompok, misal  menjadi pemimpin, pengikut, atau pengeluh. Dalam suatu kelompok tentulah tidak akan memiliki peran yang sama pada anggotanya. Ada yang berperan sebagai pemimpin sehingga dituntut untuk optimis. Meskipun bukan menjadi jaminan bahwa dengan status tertentu, setiap anggota di asosiakan dengan sifat terrtentu.

Type of roles

Benne dan Sheats (dalam Forsyth, 1983) membagi peran atas:
·         Task role: anggota kelompok yang melakukan tugasnya untuk mencapai tujuan tertentu pada kelompok tersebut. Misalnya sebagai coordinator, elaborator, energizer, evaluatorcritic, information giver, information seeker, dan opinion seeker.
·         Sociemotional role: Posisi anggota dalam kelompok untuk mendukung perilaku interpersonal secara akomodatif. Misalnya compromiser, encourager, follower, dan harmonizer.
·         Individual role : peran  individu yang tidak berkontribusi dengan besar, namun tetap dibutuhkan perannya sebagai penopang kebutuhan kelompok. Misalnya aggressor, block, dominator, dan help seeker. 
 
Terdapat perbedaan dengan ketiganya karena setiap anggota akan tidak mudah untuk mencapai task role dan sociemotional role secara bersamaan. Masing-masing telah memiliki spesifikasinya sendiri. Spesifikasi tugas cenderung untuk mendapatkan pertanyaan lagi, menampilkan ketegangan, antagonisme, dan perselisihan. Sedangkan spesifikasi sosioemosional menerima demostrasi dari solidaritas, pengurangan ketegangan, dan solusi dari masalah. Namun bukan berarti anggota kelompok tidak mampu menjalankan sekaligus. Bahkan ketika anggota kelompok melakukan keduanya, maka peran mereka akan menjadi lebih efektif.
Role stress
Peran tidaklah semudah yang dibayangkan. Kadang terdapat benturan sehingga menimbulkan konflik dengan anggota kelompok yang lain. Ketika hal ini terjadi peran mereka menjadi kompleks.
·                     Role ambiguity : ekspektasi yang tidak jelas tentang perilaku yang akan dilakukan oleh individu yang menempati posisi dalam kelompok. Sehingga ketika hal ini dirasakan oleh seseorang, maka dia akan kebingungan harus berperan seperti apa dalam kelompok tersebut.
·                     Role conflict : Konflik yang terjadi secara intragroup dan intraindividual yang merupakan hasil dari ketidakcocokan peran. Misalnya ketika seseorang mengalami pergolakan dengan perannya sendiri akibat dari peran oranglain yang tidak sesuai sehingga mengacaukan perannya sendiri. Hal inilah yang dinamakan intrarole conflict. Namun apabila ketidakcocokan antara dua peran sekaligus hal ini dinamakan interrole conflict. 
 
·                     Role conflict group performance: konflik dari peran yang terjadi pada anggota cenderung mengakibatkan konflik pada performa kelompok. Apabila hal ini terjadi maka keberlangsungan kelompok secara tidak langsung akan terancam.


Daftar Pustaka
  • Parks, C. D. 2004. Encyclopedia of Leadership. 2004. SAGE Publications.
  • Forsyth, R, D. 2010. Group Dynamics, Fifth Edition. Wadsworth, Cengage Learning.
  • http://psypress.co.uk/smithandmackie/resources/topic.asp?
  • Baron, A. R. &  Byrne, D. 2003. Psikologi Sosial. Penerbit Erlangga. Jakarta. Edisi kesepuluh.
  • Taylor, E. S., Peplau, A. L., & Sears, O. D. 2009. Psikologi Sosial. Prenada Media Group. Jakarta. 
  • Forsyth, D.R. (1983). An introduction to group dynamics. California:Brooks/Cole Publishing Company.
  • Johnson, D.W. & F. P. Johnson. (2003). Joining together: Group theory and group skill, fourth edition.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel