Alasan mengapa Soekarno Dimakamkan Di Blitar Jawa Timur


Alasan mengapa Soekarno Dimakamkan Di Blitar Jawa Timur
Soekarno bersama Mohammad Hatta merupakan orang yang membacakan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Sehingga, tak mengherankan baik Soekarno maupun Mohammad Hatta digelari Pahlawan Proklamator.

Gelar tersebut diberikan oleh Presiden Republik Indonesia ke-2, Soeharto. Selain sebagai Proklamator, Soekarno juga dikenal sebagai Presiden pertama Indonesia. Era kepemimpinan Soekarno mengalami senjakala pada dekade 60-an. Jelang beberapa tahun kemudian, Soekarno pun wafat. Jenazah Soekarno kemudian dimakamkan di Blitar, Jawa Timur oleh presiden kedua RI, yakni Soeharto.

Terkait hal ini, seorang aktor yang pernah memerankan sosok Soeharto di film “Pengkhianatan G30S/PKI”, Amoroso Katamsi, pernah angkat bicara. Hal itu sebagaimana yang tertulis dalam buku “Pak Harto, The Untold Stories”.

Menurut Amoroso, terdapat sejumlah hal yang disampaikan Soeharto terkait alasan memakamkan Soekarno di Blitar. Satu di antaranya karena di sana, jenazah Soekarno bisa dimakamkan dekat dengan sang ibu.

“Ketika itu terdapat berbagai masukan dari keluarga beliau. Tetapi saya ingat bahwa Bung Karno adalah orang yang sangat menghargai ibunya. Jadi saya putuskan beliau dimakamkan dengan ibunya di Blitar,” kata Amoroso, menirukan Soeharto.

Selain itu, hal tersebut juga sebagai bentuk penghormatan Soeharto kepada Soekarno. Amoroso pernah menanyakan sesuatu kepada Soeharto terkait perannya dalam film “Trikora”.

“Ketika itu Bapak kan ngendhiko (mengatakan), saat Bung Karno bertanya kepada Bapak, aku iki arep mbok apakke (saya ini mau kamu apakan)?,” ujar Amoroso, yang kembali menirukan ucapan Soeharto.

Mendapat pertanyaan dari Soekarno, Soeharto pun segera menjawabnya.

“Saya ini orang Jawa. Saya menganggap Bapak adalah bapak saya, sehingga prinsipnya adalah mikul dhuwur mendhem jero (mengangkat semua kebaikan setinggi-tingginya, menimbun semua keburukan sedalam-dalamnya),” kata Amoroso, yang masih mengulang ucapan Soeharto.

Satu di antara cara yang disampaikan Soeharto adalah mengabadikan nama Soekarno di pintu gerbang Indonesia, Bandara Soekarno-Hatta.

“Situasi politik pada waktu itu tidak memungkinkan saya berbuat banyak kepada Bung Karno, karena itu akan bertentangan dengan kehendak rakyat. Tetapi sesudah semuanya reda, saya segera memerintahkan untuk mengabadikan nama beliau di pintu gerbang Indonesia, Bandara Soekarno-Hatta,” tutur Amoroso menirukan jawaban Soeharto.

Amoroso juga mengungkap alasan Soeharto memberikan gelar Pahlawan Proklamasi kepada Soekarno. Menurutnya, saat itu ada banyak pertentangan atau perdebatan mengenai gelar pahlawan untuk Soekarno. Tidak hanya itu, Soeharto juga sempat berpikir, gelar pahlawan apa yang paling tepat untuk Soekarno.

“Akhirnya saya berikan nama Pahlawan Proklamasi dan itu tidak ada yang bisa melawan, karena memang kenyataannya Bung Karno adalah Sang Proklamator,” ujar Amoroso, yang sekali lagi menirukan ucapan Soeharto.

Megawati ungkap keluarga tak setuju Bung Karno dimakamkan di Blitar. Haul Proklamator RI Bung Karno ke-48 diselenggarakan di Makam Bung Karno, Bendogerit, Kota Blitar, Rabu (20/6/2018).

Dalam kesempatan tersebut, Putri Bung Karno, yaitu Megawati Soekarnoputri, berkesempatan memberikan sambutan sebagai perwakilan dari keluarga besar Bung Karno.

Presiden RI ke-5 tersebut menceritakan, bagaimana perjuangan ayahnya bukan hanya dalam memerdekakan Indonesia, tapi juga bangsa-bangsa lain yang terjajah.

“Dedikasi Bung Karno kepada bangsa dan negara, baik dalam pemikiran maupun karya, dan perjuangannya sangat luar biasa. Tidak heran rakyat Indonesia menyebut beliau Proklamator, Bapak Bangsa, dan juga sering disebut penyambung lidah rakyat Indonesia,” kata Megawati.

Air mata Megawati mulai menetes saat menceritakan, bagaimana kehidupan Bung Karno di akhir-akhir umurnya, yang justru harus dibuang dan dipenjara oleh pemerintah yang baru.

“Saya ikhlas dibuang, dipenjara, karena saya yakin, suatu saat kita akan punya negara dan bangsa, itu yang diceritakan Bung Karno kepada kami, anak-anaknya,” ujar Ketua Umum PDI Perjuangan ini.

Ketika Bung Karno meninggal, Megawati menceritakan bahwa keluarga tidak menyetujui untuk dimakamkan di Blitar.

“Tetapi karena pada waktu itu pemerintahan begitu keras, jadi seluruh keluarga akhirnya merelakan untuk dimakamkan disini,” lanjutnya.

Ketika jenazah Bung Karno sampai di Kota Blitar, Megawati mengatakan banyak rakyat yang datang untuk mengantarkan jenazah Bung Karno.

“Padahal waktu itu, masyarakat tidak boleh banyak yang datang dan sangat dijaga dengan kuat, tetapi saya masih ingat arus dari rakyat itu tidak ada yang bisa membendung, karena rakyat memang mencintai beliau,” kata Megawati.

Tidak cukup sampai di situ, Megawati menganggap telah terjadi Desoekarnoisasi, yang bertujuan untuk menghilangkan ide dan gagasan yang telah dibangun oleh Bung Karno, di negara yang telah dimerdekakannya sendiri.

“Tapi saya bilang kepada Ayah saya, kami meminta izin pada beliau, kali ini Bapak, saya terjunkan salah satu cucu kamu yaitu Puti Guntur Soekarno, saya minta kepada rakyat Jatim untuk bisa menghargai Bung Karno dengan memenangkan cucunya bagi Jatim,” kata Megawati.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel